Sabtu, 05 Oktober 2013

Asuransi dalam pandangan islam

asslm. ustdz mhn pejelasan detail terkait bagaimana hukum asuransi? syukran

wa’alaikumussalm wrwb.
Asuransi bukanlah termasuk bentuk
perniagaan yang dihalalkan dalam Islam,
sebab perusahaan asuransi tidaklah pernah
melakukan praktik perniagaan sedikitpun
dengan nasabahnya.
Asuransi diharamkan karena mengandung
unsur riba, yaitu bila nasabah menerima
uang klaim, dan ternyata jumlah uang klaim
yang ia terima melebihi jumlah total setoran
yang telah ia bayarkan.
Asuransi mengandung tindak kezhaliman,
yaitu perusahaan asuransi memakan harta
nasabah dengan cara-cara yang tidak
dibenarkan dalam syariat. Hal ini dapat
terjadi pada dua kejadian:
Kejadian pertama: Apabila nasabah selama
hidupnya tidak pernah mengajukan klaim,
sehingga seluruh uang setorannya tidak akan
pernah kembali, alias hangus.
Tatkala perekonomian dengan basis syariat
sedang gencar digalakkan, maka perusahaan-
perusahaan asuransi pun tidak mau
ketinggalan. Mereka rame-rame memikat
nasabah dengan berbagai produk asuransi
syariah. Mereka mengklaim bahwa produk-
produk mereka telah selaras dengan prinsip
syariah.
Secara global, mereka menawarkan dua jenis
pilihan:
ASURANSI UMUM SYARIAH.
Pada pilihan ini, mereka mengklaim bahwa
mereka menerapkan metode bagi hasil/
mudharabah. Yaitu bila telah habis masa
kontrak, dan tidak ada klaim, maka
perusahaan asuransi akan mengembalikan
sebagian dana/ premi yang telah disetorkan
oleh nasabah, dengan ketentuan 60:40 atau
70:30. Adapun berkaitan dana yang tidak
dapat ditarik kembali, mereka mengklaimnya
sebagai dana tabarru' atau hibah.
Asuransi jiwa syariah.
Pada pilihan ini, bila nasabah hingga jatuh
tempo tidak pernah mengajukan klaim, maka
premi yang telah disetorkan, akan hangus.
Perilaku ini diklaim oleh perusahaan
asuransi sebagai hibah dari nasabah kepada
perusahaan (Majalah MODAL edisi 36, 2006,
hal. 16).
Subhanallah, bila kita pikirkan dengan
seksama, kedua jenis produk asuransi syariat
di atas, niscaya kita akan dapatkan bahwa
yang terjadi hanyalah manipulasi istilah.
Adapun prinsip-prinsip perekonomian
syariat, di antaranya yang berkaitan dengan
mudharabah dan hibah, sama sekali tidak
terwujud. Yang demikian itu dikarenakan:
- Pada transaksi mudharabah, yang di bagi
adalah hasil/ keuntungan, sedangkan pada
asuransi umum syariah di atas, yang dibagi
adalah modal atau jumlah premi yang telah
disetorkan.
- Pada akad mudharabah, pelaku usaha
(perusahaan asuransi) mengembangkan
usaha riil dengan dana nasabah guna
mendapatkan keuntungan. Sedangkan pada
asuransi umum syariat, perusahaan asuransi,
sama sekali tidak mengembangkan usaha
guna mengelola dana nasabah.
- Pada kedua jenis asuransi syariat di atas,
perusahaan asuransi telah memaksa nasabah
untuk menghibahkan seluruh atau sebagian
preminya. Disebut pemaksaan, karena
perusahaan asuransi sama sekali tidak akan
pernah siap bila ada nasabah yang ingin
menarik seluruh dananya, tanpa menyisakan
sedikitpun. Padahal Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda,
( ﻻ ﻳﺤﻞ ﻣﺎﻝ ﺍﻣﺮﺉ ﻣﺴﻠﻢ ﺇﻻ ﺑﻄﻴﺐ ﻧﻔﺲ ﻣﻨﻪ ) ﺭﻭﺍﻩ
ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ، ﻭﺻﺤﺤﻪ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ
ﻭﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ
"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali
dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (HR.
Ahmad, ad-Daraquthny, al-Baihaqy dam
dishahihkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan
al-Albany).
- Pengunaan istilah mudharabah dan
tabarru' untuk mengambil dana/ premi
nasabah ini tidak dapat mengubah hakikat
yang sebenarnya, yaitu dana nasabah
hangus.
Dengan demikian, perusahaan asuransi telah
mengambil dana nasabah dengan cara-cara
yang tidak dihalalkan. Ini sama halnya
dengan minum khamr yang sebelumnya telah
diberi nama lain, misalnya minuman
penyegar, atau suplemen.
ﻋﻦ ﻋُﺒَﺎﺩَﺓَ ﺑﻦ ﺍﻟﺼَّﺎﻣِﺖِ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺻﻠّﻢ ) ﻟَﻴَﺴْﺘَﺤِﻠَّﻦَّ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻣﻦ ﺃﻣﺘﻲ
ﺍﻟْﺨَﻤْﺮَ ﺑِﺎﺳْﻢٍ ﻳُﺴَﻤُّﻮﻧَﻬَﺎ ﺇِﻳَّﺎﻩُ .( ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ
ﻭﺻﺤﺤﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ
Dari sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu
‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, "Sunggung-sungguh
akan ada sebagian orang dari umatku yang
akan menghalalkan khamr, hanya karena
sebutan/ nama (baru) yang mereka berikan
kepada khamr." (HR. Ahmad, Ibnu Majah
dan dishahihkan oleh al-Albani).
Sungguh perbuatan semacam inilah yang
jauh-jauh hari dilarang oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui
sabdanya,
( ﻻ ﺗﺮﺗﻜﺒﻮﺍ ﻣﺎ ﺍﺭﺗﻜﺒﺖ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻓﺘﺴﺘﺤﻠﻮﺍ ﻣﺤﺎﺭﻡ ﺍﻟﻠﻪ
ﺑﺄﺩﻧﻰ ﺍﻟﺤﻴﻞ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﺑﻄﺔ، ﻭﺣﺴﻨﻪ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ ﻭﺗﺒﻌﻪ
ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻘﻴﻢ ﻭﺍﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ
"Janganlah kalian melakukan apa yang
pernah dilakukan oleh bangsa Yahudi,
sehingga kalian menghalalkan hal-hal yang
diharamkan Allah hanya dengan sedikit
rekayasa." (HR. Ibnu Baththah, dan
dihasankan oleh Ibnu Taimiyyah dan diikuti
oleh dua muridnya yaitu Ibnul Qayyim, Ibnu
Katsir).
KEJADIAN KEDUA: Apabila nasabah
menerima uang klaim, dan ternyata uang
klaim yang ia terima lebih sedikit dari
jumlah total setoran yang telah ia bayarkan.
Kedua kejadian ini diharamkan, karena
termasuk dalam keumuman firman Allah
Ta'ala,
ﻳَﺄَﻳُّﻬﺎ ﺍﻟَّﺬﻳﻦ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻻَ ﺗَﺄْﻛُﻠُﻮﺍ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﺇِﻻَّ
ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻋَﻦْ ﺗَﺮَﺍﺽٍ ﻣِﻨْﻜُﻢْ
"Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan harta sesama
kamu dengan cara-cara yang bathil, kecuali
dengan cara perniagan dengan asas suka
sama suka di antara kamu." wallahu a’lam