Senin, 29 Juli 2013

Kajian ushul fikih tentang Al Hakim(Yang Menetapkan Hukum)



Al Hakim (Yang Menetapkan Hukum)
Menurut para ahli ushul, bahwa yang menetapkan hukum (al-Hakim) itu adalah Allah SWT, sedangkan yang memberitahukan hukum-hukum AlIah ialah para rasuI-Nya.  
Tidak ada perselisihan pendapat dikalangan ulama yang lurus itulah yang menjadi hakim sesudah rasuI diutus dan sesudah sampai seruannya kepada yang dituju.
Yang diperselisihkan ialah tentang siapakah yang menjadi hakim terhadap perbuatan mukallaf sebelum rasuI diutus? Golongan Mu'tazilah berpendapat, bahwa sebelum rasuI diutus, akaI manusia itulah yang menjadi hakim, karena akaI manusia dapat mengetahui baik atau buruknya sesuatu perbuatan karena hakikatnya atau karena sifatnya(yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk).
OIeh karena itu mukalIaf wajib mengerjakan apa yang dipandang baik oleh akal dan meninggalkan apa yang dipandang buruk oIeh akal. AlIah akan memberikan pahala kepada para mukallaf yang berbuat baik berdasarkan kepada pendapatnya, sebagaimana AlIah memberi pahala berdasarkan apa yang diketahui mukallaf dengan perantaraan syara'.
Golongan Asy'ariyah berpendapat, bahwa sebelum datang syara' tidak diberi sesuatu hukum kepada perbuatan-perbuatan mukallaf. Golongan Mu'tazilah dan Asy'ariyah sependapat bahwa akal dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, yakni yang bersesuaian tabi'at: dipandang baik oleh akal dan yang tidak bersesuaian dengan tabi'at dipandang buruk oleh akal.
Titik perselisihan antara golongan Mu'tazilah dengan golongan Asy'ariyah ialah tentang apakah perbuatan itu menjadi tempat adanya pahala atau siksa, tergantung pada perbuatan, walaupun syara' belum menerangkannya, sedangkan golongan jumhur berpendapat, bahwa tidak disiksa dan tidak diberi pahala manusia sebelum datang syara' kendati akal bisa mengetahui baik buruknya sesuatu perbuatan.
Seluruh kaum muslimin bersepakat, bahwa tidak ada hakim selain Allah, sesuai dengan firman Allah SWT.
إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ
Tidak ada hukum melainkan bagi Allah. (al An'âm: 57)
Diantara dalil yang menguatkan pendapat jumhur ialah firman Allah:
$tBur $¨Zä. tûüÎ/ÉjyèãB 4Ó®Lym y]yèö6tR Zwqßu  
Artinya:
Dan tidaklah Kami menyiksa sesuatu umat sehingga Kami bangkitkan seorang rasul. (al-Isrâ': 15)
Diantara dalil yang dipergunakan oleh golongan Mu'tazilah ialah firman Allah:
@è% žw ÈqtGó¡o ß]ŠÎ7sƒø:$# Ü=Íh©Ü9$#ur
Artinya:
Katakanlah olehmu, tidak bersamaan dengan yang buruk dengan yang baik. (al-Mâidah: 100)
Sebagaimana terdapat ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah menyiksa manusia lantaran menyalahi rasul sebelum sampai kepada mereka seruan rasul-rasul itu dengan cara yang semestinya, demikian pula ada ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa hisab dan pembalasan umum secara adil diberikan juga berdasarkan bekasan-bekasan amal pada jiwa menurut petunjuk akal.
Namun yang pasti dalam kajian Ushul Fiqih, Hakim adalah Pembuat/pemutus hukum secara hakiki, yakni Allah SWT. Ulama Ushul Fiqih telah sepakat bahwa yang menjadi sumber dalam memutuskan hukum secara hakiki adalah Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT di dalam surat al-An’am ayat 57:
قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Katakanlah, sesungguhnya aku berada di atas hujah yang nyata dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik”
Wallahu a’lam

Minggu, 28 Juli 2013

Metode paten perubahan besar menuju izzul islam wal muslimin



Gelombang perubahan yang melanda beberapa negara Timur Tengah akhir-akhir ini telah menyadarkan kepada kita bahwa:
(1) Tidak ada satu pun rezim yang tidak bisa ditumbangkan, sekuat apapun rezim itu.
(2) Umat adalah pemilik sejati kekuasaan. Sekuat apapun dukungan asing  terhadap sebuah rezim, jika umat telah bergerak untuk mengambil alih kekuasaan, rezim tersebut akan jatuh.
(3) Negara-negara kafir Barat selalu memantau dan berusaha membajak perubahan yang terjadi di negeri-negeri Islam, khususnya Timur Tengah, lalu mengarahkan perubahan tersebut sesuai dengan keinginan mereka. Negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat berusaha mencegah terjadinya perubahan sistemik dan lahirnya para penguasa anti Barat. Barat harus memastikan bahwa demokrasi dan hukum-hukum Barat tidak mengalami perubahan. Barat juga harus memastikan bahwa para penguasa baru yang berkuasa tetap berkiblat kepada Barat dan menjaga kepentingan-kepentingan Barat di negeri itu.
(4) Perubahan yang tidak dipimpin oleh gerakan Islam yang kuat dan tidak melalui persiapan yang baik selalu berhasil diserobot oleh Amerika Serikat dan antek-anteknya. Akibatnya, perubahan tersebut gagal mentransformasikan umat menuju ke arah perubahan hakiki, yakni terbentuknya kekuasaan Islam.
(5) Metode yang menjamin perubahan besar hanyalah metode yang mengikuti thariqah dakwah Rasulullah SAW.
Hakikat Perubahan Hakiki
Perubahan hakiki adalah perubahan masyarakat menuju kebangkitan hakiki. Faktor yang menentukan apakah suatu masyarakat mengalami kebangkitan atau tidak adalah peradaban yang ditegakkan masyarakat tersebut. Dr. Ahmad al-Qashshas di dalam salah satu bukunya, Usus an-Nahdlah ar-Raasyidah (Pondasi Kebangkitan), menyatakan, “Faktor yang menentukan bangkit dan mundurnya suatu masyarakat adalah peradaban yang dimiliki masyarakat tersebut. Jika peradabannya tinggi, niscaya masyarakat di situ akan bangkit. Jika peradabannya mundur, mereka tidak akan pernah mengetahui kebangkitan. Ketika kita membicarakan peradaban yang ada di tengah-tengah masyarakat, berarti kita sedang membicarakan jalan hidup (way of life), pola perilaku, dan pola hubungan yang menjadikan sebuah masyarakat memiliki kekhasan.”
Peradaban dibentuk oleh pemikiran tertentu, yang ada kalanya rendah dan ada kalanya tinggi karena memancarkan sistem kehidupan (ideologi). Bangsa Romawi, Persia dan Cina Kuno merupakan bangsa-bangsa besar yang memiliki peradaban tinggi. Peradaban mereka yang maju tentu lahir dari pemikiran tertentu yang mereka adopsi dan terapkan. Negara-negara besar seperti Inggris, Amerika, Rusia dan Cina mengalami kebangkitan karena mengadopsi dan menerapkan pemikiran tertentu. Rusia (di era keemasan) mengalami kemajuan karena mengadopsi Sosialisme-komunis. Amerika Serikat, Inggris dan Prancis mengalami kebangkitan karena menerapkan Kapitalisme. Umat Islam pada masa Kekhilafahan Islam memiliki peradaban tinggi, bahkan tampil sebagai pemimpin dunia dengan menguasa hampir 2/3 dunia, karena mengadopsi dan menerapkan Islam.
Hanya saja, sekadar mengalami transformasi menuju peradaban yang lebih tinggi tidak serta-merta disebut perubahan hakiki. Yang menentukan hakiki atau tidaknya sebuah perubahan adalah benar atau tidaknya peradaban yang ditegakkan. Jika peradaban yang ditegakkan di tengah-tengah masyarakat benar (sahih), maka masyarakat tersebut dikatakan telah mengalami perubahan hakiki. Sebaliknya, jika peradabannya batil maka masyarakat tersebut tidak dikatakan mengalami kebangkitan hakiki. Faktor yang menentukan benar-tidaknya sebuah peradaban adalah akidah (pemikiran mendasar) yang menyangga peradaban tersebut. Jika akidahnya benar dan lurus, maka peradaban tersebut dikatakan peradaban sahih. Jika akidahnya batil, peradaban tersebut dikatakan peradaban batil.
Berdasarkan penelitian yang jernih dan mendalam, satu-satunya akidah yang sahih dan layak adalah Islam. Kapitalisme dan Sosialisme terbukti gagal mengantarkan manusia menuju kebangkitan hakiki. Keduanya nyata-nyata telah menimbulkan kerusakan hampir di seluruh dimensi kehidupan. Akibat penerapan kedua ideologi ini, manusia terpuruk ke dalam kenestapaan global. Sosialisme-komunis menciptakan peradaban yang memandang manusia tak ubahnya dengan mesin produksi dan benda mati. Ideologi ini juga menggiring manusia untuk menolak eksistensi Tuhan, menggerus fitrah manusia serta menjerumuskan manusia ke dalam pandangan yang aneh dan sesat. Adapun Kapitalisme telah melanggengkan eksploitasi manusia atas manusia lain. Kapitalisme telah menjadikan segelintir manusia hidup sejahtera di atas penderitaan mayoritas manusia. Agama diberangus dan ditempatkan hanya pada ranah privat belaka. Ideologi ini juga mengabsahkan kebebasan (liberalisme) di seluruh dimensi kehidupan yang mengakibatkan munculnya dekadensi moral, seks bebas, penguasaan aset umum oleh segelintir orang, peminggiran peran agama dalam negara dan masyarakat serta dampak destruktif lainnya.
Kapitalisme dan Sosialisme tidak saja bertentangan dengan akidah dan syariah Islam, keduanya juga tidak mampu menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan holistik. Kemajuan negara-negara Barat sesungguhnya adalah kemajuan semu. Pasalnya, kemajuan mereka disertai dengan penindasan Dunia Ketiga, kesenjangan pendapatan, serta tercerabutnya nilai-nilai kemanusiaan. Adapun Islam adalah ideologi sahih yang bersumber dari Al-Khaliq al-Mudabbir, memuaskan akal, sesuai dengan fitrah manusia serta pada masa lalu terbukti telah menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan holistik. Dengan demikian, perubahan hakiki adalah transformasi menuju tegaknya peradaban Islam (al-hadharah al-islamiyyah).
Peradaban Islam hanya bisa diwujudkan dengan cara menerapkan Islam secara kaffah dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Semua ini hanya bisa diselenggarakan melalui penegakkan kembali kekuasaan Islam yang digariskan Baginda Nabi saw., yakni Khilafah Islamiyah. Penegakkan Khilafah ini tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya dukungan umat. Umat tidak mungkin memberikan dukungan sebelum mereka menyadari kerusakan peradaban sekarang (Kapitalisme) serta menyadari kewajiban menegakkan syariah Islam secara menyeluruh dalam koridor Khilafah Islamiyah. Penyadaran dan pengorganisasian umat untuk penegakkan Khilafah Islamiyah tidak mungkin dilakukan seorang diri. Di tengah-tengah umat harus ada gerakan Islam yang tidak pernah lelah mendidik, mengembalikan kesadaran, mengorganisasi dan memimpin mereka untuk mendirikan Khilafah Islamiyah menuju perubahan hakiki.
Peran Hizbut Tahrir
Sesungguhnya umat tidak akan bergerak jika tidak digerakkan. Umat tidak akan mengetahui apa yang seharusnya ia tuntut jika tidak diberi tahu apa yang seharusnya mereka tuntut. Umat pun tidak akan menyadari kerusakan masyarakatnya kecuali disadarkan atas kerusakan masyarakatnya. Bahkan umat tidak akan “berani” menuntut perubahan, kecuali ada kelompok yang mampu memimpin dan mengorganisasi mereka. Dalam setiap keadaan, umat senantiasa membutuhkan kelompok sadar yang secara terus-menerus membimbing dan memimpin mereka. Sayang, kelompok-kelompok yang ada di tengah-tengah masyarakat jumlahnya tidaklah sedikit. Masing-masing memiliki tujuan dan target yang berbeda-beda serta saling berlomba untuk merebut kepercayaan umat.
Dalam keadaan seperti itu, umat hanya membutuhkan sebuah kelompok ikhlas yang mampu menjaga kelurusan, kejernihan dan kesucian pemikiran-pemikiran Islam, serta mampu mengungkap kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakatnya.
Pada hakikatnya umat tidak membutuhkan kelompok yang berhaluan sekular, kelompok sosialis, kelompok pragmatis pendukung pemerintahan kufur, serta kelompok-kelompok nyinyir(kelompok pengkritik gaje) yang tidak memiliki konsep dan garis perjuangan yang jelas. Sebab, kelompok-kelompok seperti inilah yang sejatinya melanggengkan sistem kufur dan menghambat terjadinya perubahan hakiki. Atas dasar itu, umat harus dijauhkan dari kelompok-kelompok tersebut. Umat hanya membutuhkan kelompok yang benar-benar tegak di atas akidah Islam, memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah, memiliki konsep yang jelas, baik thariqah menegakkan Khilafah maupun sistem Islam yang akan diterapkan untuk mengatur seluruh urusan masyarakat. Kelompok seperti inilah yang dibutuhkan umat. Bahkan umat wajib menghimpun dirinya di sekitar kelompok ini, mendukung dan membantunya untuk merealisasikan tujuan-tujuannya.
Peran strategis Hizbut Tahrir adalah menyadarkan umat bahwa perubahan hakiki hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan Islam secara kaffah melalui penegakkan Daulah Khilafah Islamiyah. Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular adalah biang kerok kehancuran manusia. Keadaan umat tidak akan pernah berubah menuju ke arah yang lebih baik, selama mereka masih menerapkan Kapitalisme, demokrasi dan sekularisme. Umat tidak akan pernah bangkit secara hakiki jika tuntutannya hanya sekadar ganti rezim. Kebangkitan hakiki hanya bisa diwujudkan dengan mengganti ideologi rusak dan menerapkan ideologi sahih, yakni Islam.
Peran strategis Hizbut Tahrir lain adalah menjauhkan umat dari penguasa sekular, serta kelompok-kelompok nyinyir, dengan cara mengguncang kedudukan mereka, memutuskan hubungan dengan mereka serta menyingkap kejahatan, kezaliman dan persekongkolan mereka dengan negara-negara kafir. Hizbut Tahrir tidak akan pernah berkompromi dengan para penguasa sekular, bermanis muka kepada mereka, apalagi bermusyarakah dalam pemerintahan mereka.
Hizbut Tahrir akan terus menjaga dan membentengi umat dari kejahatan mereka, dengan cara membekali umat dengan pemahaman Islam yang jernih dan mendalam.
Adapun dalam konteks menegakkan kembali Daulah Islamiyah, Hizbut Tahrir memulainya dengan cara meletakkan mafahim, maqayis dan qana’at Islam di tengah-tengah masyarakat; menyerang mafahim, maqayis dan qana’at kufur. Tanpa mafahim, maqayis dan qana’at islami, Daulah Islamiyah tidak mungkin terbentuk. Mafahim, maqayis dan qana’at adalah sarana sejati untuk merebut kepercayaan dan kepemimpinan umat, sekaligus senjata ampuh untuk memutuskan hubungan rakyat dengan penguasa. Adapun dari sisi thariqah untuk menegakkan Daulah Islamiyah Hizbut Tahrir menempuh thariqah yang digariskan Nabi saw., yakni thalab an-nushrah. Thalab an-nushrah adalah meraih dukungan ahlul quwwah bagi Hizbut Tahrir untuk menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah, yang atas izin-Nya tidak akan lama lagi.
Prospek Perubahan Hakiki
Perubahan di Timur Tengah telah gagal mengantarkan umat menuju perubahan hakiki. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan di sana tidak memiliki kapasitas untuk menegakkan Khilafah Islamiyah. Pertanyaannya, bagaimana masa depan tegaknya Khilafah Islamiyah di Timur Tengah? Benarkah umat masih mencintai Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular, dan tidak menghendaki tegaknya Khilafah Islamiyah?
Jawaban atas pertanyaan di atas adalah sebagai berikut. Pertama: sesungguhnya umat pasti akan kembali pada Islam dan Khilafah Islamiyah. Pasalnya, Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular memiliki cacat bawaan yang tidak mungkin diobati. Cacat bawaan ini menyebabkan setiap negara yang mengadopsi Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular selalu jatuh dalam kegagalan. Kegagalan dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, hingga sosial-budaya akan terus terjadi secara berulang. Kegagalan-kegagalan ini akan menjadikan umat belajar, dan akhirnya memahami bahwa selama mereka masih menerapkan Kapitalisme dan demokrasi-sekular, mereka akan tertimpa problem dan malapetaka. Kesadaran inilah yang akan menyulut keinginan untuk meninggalkan Kapitalisme dan demokrasi-sekular, dan beralih menuju sistem Islam. Negara kapitalis Barat, benar-benar memahami masalah ini. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk melanggengkan Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular adalah: (1) memperkuat posisi para penguasa antek untuk menghambat terjadinya revolusi sejati; (2) mencegah terjadinya perubahan sistemik dengan cara mengalihkan arah perubahan dan mengarahkan terjadinya vacuum of power.
Apabila para penguasa antek Barat tidak bisa dipertahankan akibat kuatnya tuntutan perubahan, Barat tidak segan-segan mengorbankan para penguasa itu, lalu berpura-pura mendukung gerakan perubahan itu, untuk kemudian mengalihkan tuntutan rakyat, dari ganti sistem ke hanya sekadar ganti rezim. Mesir, misalnya, saat Mubarak didesak mundur dari tampuk kekuasaan, Amerika menyatakan bahwa Mubarak adalah mitra sejati Barat. Namun, begitu desakan rakyat semakin kuat, dan kekuatan militer bergabung dengan para demonstran, maka Barat segera mengubah sikapnya. Melalui agen-agennya, Amerika berusaha mengendalikan arah perubahan agar sekadar ganti rezim, yakni terpilihnya Muhammad morsi sebagai presiden dari ikhwanul muslimin,  dan mencegah terbentuknya Khilafah Islamiyah. Padahal mayoritas masyarakat Mesir, menghendaki syariah dan Khilafah. Begitupun ketika Amerika menganggap bahwa morsi tidak tepat untuk kepentingan-kepentingannya maka dijatuhkannlah morsi melalui kudeta militer pimpinan Muhammad alsisi, sebagaimana dilansir Tempo.com “Pada akhirnya, presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis itu menemukan dirinya terisolasi, ditinggalkan oleh sekutunya. Tidak ada dalam tentara atau polisi yang bersedia mendukungnya. Bahkan, pasukan pengawal Garda Republik melangkah pergi saat komandan tentara datang untuk menahannya ke fasilitas militer.” Hizbut tahrir.or.id juga melansir “Pemerintah Amerika Serikat (AS) diduga menghabiskan miliaran dolar AS untuk mendukung calon presiden (capres) Mesir yang dekat dengan Washington. Gedung Putih dikabarkan mendukung Abdel Moneim Aboul Futouh sebagai kandidat presiden Mesir.
Kedua: umat Islam, dalam keadaan selemah apapun, tetap mencintai Islam dan mendukung kelompok ikhlas yang benar-benar hendak memperjuangkan tegaknya Islam. Seiring dengan meningkatkan pemahaman dan kesadarannya, umat bisa memilih dan memilah, mana kelompok yang lurus dan ikhlas, dan mana kelompok nyinyir dan oportunis.
Ketiga: di tengah-tengah umat Islam akan selalu ada kelompok yang tegak di atas kebenaran, yang selalu membimbing dan memimpin umat agar berjalan di atas jalan yang lurus dan benar. Kelompok inilah yang kelak akan menghimpun dan memimpin umat untuk melakukan aktivitas perubahan hakiki, yakni mengganti sistem kufur dengan sistem Islam. Belajar dari kegagalan perubahan di Timur Tengah, salah satu faktor yang menyebabkan perubahan di sana gagal adalah perubahan tersebut tidak dipimpin oleh gerakan Islam yang benar-benar ingin menegakkan Khilafah Islamiyah. Akibatnya, ketika rezim berkuasa berhasil dijatuhkan, umat tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Dalam keadaan seperti ini, Barat, melalui antek-anteknya, segera masuk ke tengah-tengah umat, dan memimpin mereka untuk menjerumuskan mereka ke dalam perubahan semu. Oleh karena itu, adanya kelompok kuat yang mampu memimpin umat untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah adalah sebuah keniscayaan agar arah perubahan tetap fokus dan kendali perubahan benar-benar ada di tangan kaum Muslim, bukan di tangan antek-antek Barat.
Perubahan di Timur Tengah untuk sementara masih belum memiliki kapasitas untuk mengantarkan umat meraih perubahan hakiki. Namun, itu bukan berarti bahwa umat masih mencintai sistem Kapitalisme-sekular. Hati umat masih berpihak pada syariah dan Khilafah. Hanya saja, perubahan di sana belum dipimpin oleh kelompok sadar yang benar-benar siap menegakkan Khilafah Islamiyah. Insya Allah, tidak akan lama lagi, umat akan menuntut terjadinya “revolusi sejati”, karena sekadar ganti rezim bukanlah solusi sejati. Solusi sejati adalah ketika di sana ada perubahan sistem, dari sistem Kapitalisme-sekular menuju sistem Islam. Revolusi itu akan memiliki kapasitas untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, karena umat telah rela dipimpin oleh gerakan Islam yang pro syariah dan Khilafah.


Metode paten yang harus dilakukan oleh gerakan dakwah
            Di dalam rangakaian metode dakwah yang sering terlupakan adalah thalabun nushrah. Padahal thalabun nushrah adalah bagian vital yang akan menentukan berhasil tidaknya pengambil alihan kekeuasaan.
Sebagai contoh, FIS meraih 90% suara dalam pemilu putaran pertama pada tahun 1992, namun Presiden Chedli Bendjedid membatalkan hasil mutlak itu dan militer bergerak memberangus FIS. Aljazair larut dalam konflik sipil-militer dan merasakan kebiadaban militer. Di Mesir Ikhwanul Muslimin, Muhammad Morsi unggul dalam perolehan suara dari Ahmad Shafeeq yang didukung Israel dan Amerika. Tetapi kenyataannya morsi pun tumbang oleh militer di bawah pimpinan alsisi yang mendapat restu Amerika. Begitu pula HAMAS (Harakat al-Muqawamma al-Islamiyya/ Islamic Resistance Movement/ Gerakan Perlawanan Islam) menang dalam pemilihan umum Legislatif Palestina yang diselenggarakan pada Rabu, 25 Januari 2006 menghantarkan HAMAS meraih 76 dari 132 kursi di parlemen, tidak menghasilkan perubahan-perubahan baik dari sisi perundan-undangan, ekonomi maupun keamanan. Rakyat Palestina masih menderita di bawah penindasan bangsa Israel.
Kita tahu, perjuangan Rasulullah Muhammad saw. dalam mengubah dunia di mulai di Makkah, dan berbuah setelah hijrah ke  Madinah. Fase ini tidak mungkin terjadi bila Rasul tidak menempuh fase pengkaderan dan pembinaan di Makkah yang memang memakan waktu cukup lama, yaitu 13 tahun. Waktu sepanjang itu diperlukan untuk menanamkan fikrah Islam di tengah masyarakat. Setelah hijrah ke Madinah, dakwah Rasul mencapai perkembangan luar biasa. Orang-orang kemudian berbondong-bondong masuk Islam. Dari sana, dimulailah era kejayaan Islam.
Kemenangan perjuangan Rasulullah itu tidak bisa dilepaskan dari usaha untuk meminta pertolongan (thalabun-nushrah) yang beliau lakukan pada tahun ke-8 kenabian, khususnya setelah wafatnya paman Nabi saw., Abu Thalib, dan istri tercintanya, Khadijah ra., serta semakin meningkatnya gangguan dari kaum Quraisy. Itu terjadi di penghujung fase kedua dalam thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw., yaitu fase interaksi dengan masyarakat  (at-tafa’ul ma’a al-ummah). Thalabun-nushrah  ditempuh guna mendapatkan perlindungan bagi dakwah dan jalan meraih kekuasaan (istilam al-hukmi) bagi penerapan syariah. Dalam usahanya itu, Ibnu Saad dalam kitabnya At-Thabaqat, sebagaimana ditulis Ahmad al-Mahmud dalam kitab Ad-Da’wah ila al-Islam, menyebutkan Rasulullah saw. mendatangi tak kurang 15 kabilah; di antaranya Kabilah Kindah, Hanifah, Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Kalb, Bakar bin Wail, Hamdan, dan lain-lain. Kepada setiap kabilah, Rasulullah saw. mengajak masuk Islam sebelum meminta nushrah dari mereka.
Meski berulang ditolak, Rasulullah saw. tetap saja terus meminta. Rasulullah saw. tidak berusaha mengganti dengan metode lain. Fakta ini merupakan qarinah (indikasi) yang jazim (tegas) bahwa thalabun-nushrah merupakan perintah Allah SWT, bukan inisiatif Rasulullah saw. sendiri atau sekadar tuntutan keadaan. Setelah sekian lama berusaha, pada tahun ke-12 kenabian, akhirnya Rasulullah berhasil mendapatkan nushrah dari kaum Anshar. Kaum yang telah dibina sebelumnya itu menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada Rasulullah saw.. Jadi, thalabun-nushrah adalah metode yang paling sahih dalam usaha meraih kekuasaan, karena hal ini ditunjukkan secara nyata oleh Baginda Rasulullah saw. dalam perjuangannya.
Harus diingat, thalabun nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer, juga bukanlah kudeta militer. Aktivitas militer hanyalah salah satu cara (uslub)—bukan satu-satunya cara—yang bisa dilakukan oleh ahlun-nushrah. Adapun eknis peralihan kekuasaan bergantung sepenuhnya kepada ahlun-nushrah. Bisa melalui jalan damai, sebagaimana dilakukan oleh kaum Anshar saat menyerahkan kekuasaannya di Madinah kepada Rasulullah saw., tetapi bisa juga melalui  aktivitas militer. Semua bergantung pada ahlun-nushrah.
Itu pula yang saat ini terjadi di Syria. Proses-proses thalabun-nusrah diyakini tengah berlangsung di sana. Detilnya seperti apa, tentu kita tidak tahu, karena aktivitas mencari pertolongan dilakukan secara tertutup. Namun, sejauh yang diekspos media, komitmen para pimpinan mujahidin yang potensial menjadi ahlul-quwwah untuk perjuangan Islam sangatlah kuat. Hal itu terlihat dari syiar-syiar yang didengungkan, ikrar, dan bahkan sumpah yang mereka lakukan untuk tetap teguh berjuang bagi tegaknya syariah dan Khilafah di Syria, serta penolakan mereka terhadap intervensi Barat dan ide negara demokrasi.
Maka dari itu benar, bila tidak ada kekuatan besar yang menghadang, tegaknya syariah dan Khilafah di sana  agaknya hanya soal waktu. Ketika itulah semua yang diteorikan HT tentang jalan menuju Khilafah, yang sesungguhnya semata diambil dari thariqah dakwah Rasulullah, bakal terbukti. Wallahu A'lam