Al
Hakim (Yang Menetapkan Hukum)
Menurut para ahli ushul, bahwa yang menetapkan hukum
(al-Hakim) itu adalah Allah SWT, sedangkan yang memberitahukan hukum-hukum
AlIah ialah para rasuI-Nya.
Tidak
ada perselisihan pendapat dikalangan ulama yang lurus itulah yang menjadi hakim sesudah
rasuI diutus dan sesudah sampai seruannya kepada yang dituju.
Yang
diperselisihkan ialah tentang siapakah yang menjadi hakim terhadap perbuatan
mukallaf sebelum rasuI diutus? Golongan Mu'tazilah berpendapat, bahwa sebelum
rasuI diutus, akaI manusia itulah yang menjadi hakim, karena akaI manusia dapat
mengetahui baik atau buruknya sesuatu perbuatan karena hakikatnya atau karena
sifatnya(yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk).
OIeh
karena itu mukalIaf wajib mengerjakan apa yang dipandang baik oleh akal dan
meninggalkan apa yang dipandang buruk oIeh akal. AlIah akan memberikan pahala
kepada para mukallaf yang berbuat baik berdasarkan kepada pendapatnya,
sebagaimana AlIah memberi pahala berdasarkan apa yang diketahui mukallaf dengan
perantaraan syara'.
Golongan
Asy'ariyah berpendapat, bahwa sebelum datang syara' tidak diberi sesuatu hukum
kepada perbuatan-perbuatan mukallaf. Golongan Mu'tazilah dan Asy'ariyah
sependapat bahwa akal dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk,
yakni yang bersesuaian tabi'at: dipandang baik oleh akal dan yang tidak
bersesuaian dengan tabi'at dipandang buruk oleh akal.
Titik
perselisihan antara golongan Mu'tazilah dengan golongan Asy'ariyah ialah
tentang apakah perbuatan itu menjadi tempat adanya pahala atau siksa,
tergantung pada perbuatan, walaupun syara' belum menerangkannya, sedangkan
golongan jumhur berpendapat, bahwa tidak disiksa dan tidak diberi pahala
manusia sebelum datang syara' kendati akal bisa mengetahui baik buruknya
sesuatu perbuatan.
Seluruh
kaum muslimin bersepakat, bahwa tidak ada hakim selain Allah, sesuai dengan
firman Allah SWT.
إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ
Tidak ada hukum melainkan bagi Allah. (al An'âm: 57)
Diantara
dalil yang menguatkan pendapat jumhur ialah firman Allah:
$tBur $¨Zä. tûüÎ/ÉjyèãB 4Ó®Lym y]yèö6tR Zwqßu
Artinya:
Dan tidaklah Kami menyiksa sesuatu umat sehingga Kami bangkitkan seorang rasul. (al-Isrâ': 15)
Dan tidaklah Kami menyiksa sesuatu umat sehingga Kami bangkitkan seorang rasul. (al-Isrâ': 15)
Diantara
dalil yang dipergunakan oleh golongan Mu'tazilah ialah firman Allah:
@è% w ÈqtGó¡o ß]Î7sø:$# Ü=Íh©Ü9$#ur
Artinya:
Katakanlah olehmu, tidak bersamaan dengan yang buruk dengan yang baik. (al-Mâidah: 100)
Katakanlah olehmu, tidak bersamaan dengan yang buruk dengan yang baik. (al-Mâidah: 100)
Sebagaimana
terdapat ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah menyiksa manusia lantaran
menyalahi rasul sebelum sampai kepada mereka seruan rasul-rasul itu dengan cara
yang semestinya, demikian pula ada ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa hisab
dan pembalasan umum secara adil diberikan juga berdasarkan bekasan-bekasan amal
pada jiwa menurut petunjuk akal.
Namun yang pasti dalam kajian Ushul
Fiqih, Hakim adalah Pembuat/pemutus hukum secara hakiki, yakni Allah SWT. Ulama
Ushul Fiqih telah sepakat bahwa yang menjadi sumber dalam memutuskan hukum secara
hakiki adalah Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT di dalam surat al-An’am
ayat 57:
قُلْ إِنِّي
عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Katakanlah, sesungguhnya aku berada di atas hujah yang
nyata dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk
menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputusan yang paling baik”
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar