Senin, 29 Juli 2013

Kajian ushul fikih tentang Al Hakim(Yang Menetapkan Hukum)



Al Hakim (Yang Menetapkan Hukum)
Menurut para ahli ushul, bahwa yang menetapkan hukum (al-Hakim) itu adalah Allah SWT, sedangkan yang memberitahukan hukum-hukum AlIah ialah para rasuI-Nya.  
Tidak ada perselisihan pendapat dikalangan ulama yang lurus itulah yang menjadi hakim sesudah rasuI diutus dan sesudah sampai seruannya kepada yang dituju.
Yang diperselisihkan ialah tentang siapakah yang menjadi hakim terhadap perbuatan mukallaf sebelum rasuI diutus? Golongan Mu'tazilah berpendapat, bahwa sebelum rasuI diutus, akaI manusia itulah yang menjadi hakim, karena akaI manusia dapat mengetahui baik atau buruknya sesuatu perbuatan karena hakikatnya atau karena sifatnya(yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk).
OIeh karena itu mukalIaf wajib mengerjakan apa yang dipandang baik oleh akal dan meninggalkan apa yang dipandang buruk oIeh akal. AlIah akan memberikan pahala kepada para mukallaf yang berbuat baik berdasarkan kepada pendapatnya, sebagaimana AlIah memberi pahala berdasarkan apa yang diketahui mukallaf dengan perantaraan syara'.
Golongan Asy'ariyah berpendapat, bahwa sebelum datang syara' tidak diberi sesuatu hukum kepada perbuatan-perbuatan mukallaf. Golongan Mu'tazilah dan Asy'ariyah sependapat bahwa akal dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, yakni yang bersesuaian tabi'at: dipandang baik oleh akal dan yang tidak bersesuaian dengan tabi'at dipandang buruk oleh akal.
Titik perselisihan antara golongan Mu'tazilah dengan golongan Asy'ariyah ialah tentang apakah perbuatan itu menjadi tempat adanya pahala atau siksa, tergantung pada perbuatan, walaupun syara' belum menerangkannya, sedangkan golongan jumhur berpendapat, bahwa tidak disiksa dan tidak diberi pahala manusia sebelum datang syara' kendati akal bisa mengetahui baik buruknya sesuatu perbuatan.
Seluruh kaum muslimin bersepakat, bahwa tidak ada hakim selain Allah, sesuai dengan firman Allah SWT.
إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ
Tidak ada hukum melainkan bagi Allah. (al An'âm: 57)
Diantara dalil yang menguatkan pendapat jumhur ialah firman Allah:
$tBur $¨Zä. tûüÎ/ÉjyèãB 4Ó®Lym y]yèö6tR Zwqßu  
Artinya:
Dan tidaklah Kami menyiksa sesuatu umat sehingga Kami bangkitkan seorang rasul. (al-Isrâ': 15)
Diantara dalil yang dipergunakan oleh golongan Mu'tazilah ialah firman Allah:
@è% žw ÈqtGó¡o ß]ŠÎ7sƒø:$# Ü=Íh©Ü9$#ur
Artinya:
Katakanlah olehmu, tidak bersamaan dengan yang buruk dengan yang baik. (al-Mâidah: 100)
Sebagaimana terdapat ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah menyiksa manusia lantaran menyalahi rasul sebelum sampai kepada mereka seruan rasul-rasul itu dengan cara yang semestinya, demikian pula ada ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa hisab dan pembalasan umum secara adil diberikan juga berdasarkan bekasan-bekasan amal pada jiwa menurut petunjuk akal.
Namun yang pasti dalam kajian Ushul Fiqih, Hakim adalah Pembuat/pemutus hukum secara hakiki, yakni Allah SWT. Ulama Ushul Fiqih telah sepakat bahwa yang menjadi sumber dalam memutuskan hukum secara hakiki adalah Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT di dalam surat al-An’am ayat 57:
قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Katakanlah, sesungguhnya aku berada di atas hujah yang nyata dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik”
Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar